Thursday, August 19, 2010

" SEBONGKAH LELAH "


Aku tak ingin maksud, untuk mewartakan semua lelah.
Tentang jasadku yang mulai melemah, dan batinku yang semakin mengalah.
Engkau tidak akan pernah tahu, di hadapanmu aku selalu tersenyum, menyimpan semua tangis berukir air dari pipi-pipiku.
Aku simpan semua, agar engkau bahagia. Bolehkah aku mengeluh? barang sekali saja.
Dan bolehkah aku meminta?
Engkau diam dan dengarkan semua apa yang ingin aku sampaikan.
Tentang penatku, lelahku, rinduku, juga cintaku.
Aku mencintai dengan tiada lelah, harus engkau tahu itu.
Terserahmu jika engkau bersikap tidak mau tahu.
Lelah yang aku tanggung ini bukan karena aku mencintaimu.
Ini adalah lelah fitrahku sebagai lelaki, sebagai manusia, sebagai mereka yang terlalu banyak berharap. Namun, bukan pula hendak ingin mengeluh.
Aku cuma ingin dimengerti, tidak lebih jangan pula kurang.
Aku lelah... Capek... Hidup menjadi manusia itu teramat lelah.
Maaf beribu maaf.
Itu bulan percintaan antara manusia dan Tuhan sudah semakin dekat.
Lelah itu mungkin juga napsu, harus pula aku kurung dia nantinya.
Sebongkah lelah.. Ini sudah terlampau, bukan bongkahan lagi.
Aku capek sekali...



Tuesday, August 17, 2010

"Polah Manusia"


Aku selalu tersenyum dengan orang-orang sekelilingku dengan segala tingkah mereka.
Aku melihat cahaya-cahaya kebanggaan dari mata mereka, betapa mereka meninggi, terus tinggi hingga seperti tidak pernah mengenal bumi. Orang bilang itu adalah membual, tetapi aku sebut dengan impian.
Entah kosong atau khayalan basi belaka, aku tak peduli.
Apa yang orang-orang katakan adalah bagian-bagian dari keinginan mereka mereka, mungkin yang belum tercapai.
Ketika mereka berbicara tentang kebanggaan pribadi mereka, kesuksesan hidup mereka, betapa indahnya jalan hidup yang pernah mereka lalui atau sempurnanya hidup mereka, bahkan tentang betapa sucinya keluarga mereka.
Sebagian perkataan itu tidaklah mutlak salah.
Kebanyakan benar dari bibir-bibir manusia yang jujur. Dan aku senang dengan itu.
Aku menghargai, Aku memaklumi.

Sayangnya, sebagian manusia tidak mudah untuk menerima kebaikan yang tidak terjadi pada diri mereka namun malah terjadi kepada orang lain.
Mereka kata, perkataan- perkataan jujur itu adalah bagian dari kesombongan, mengangkat-angkat nama, atau entah apalah.
Mereka pun tak salah.
Mereka cuma ikut apa ingin mereka. Kaum yang menambah-nambah. Untuk mereka aku juga tersenyum. Pembual, demikianlah orang-orang bilang untuk mereka. Namun bagiku mereka cuma menceritakan angan-angan mereka. Mereka terlena dengan mimpi- mimpi yang tak dapat mereka penuhi. Untuk mereka, aku tak mampu kecut. Aku cuma memiliki senyuman, dan karenanya aku cuma memberi apa yang aku miliki.
Aku memang tak punya kecut, namun aku punya air mata. Kepada manusia-manusia yang tidak lagi bisa aku percaya dan mempercayaiku, aku beri mereka air mata.
Air mata itu sering tumpah, dan semakin sering saja.
Yang paling menyakitkan daripada tidak lagi aku percaya adalah aku tidak lagi dipercaya.
Batu.. Kaku.. Bisu.. Aku tak pernah punya amarah. Kepada mereka aku cuma memberi apa yang bisa aku beri. Air mata aku beri, karena aku cuma punya itu saat ini. Cuma itu.
Polah-polah manusia. Aku lihat mereka seperti pelakon panggung.
Ada yang membuatku tersenyum, kadang sering membuatku menangis.
Lakon mereka adalah lakon tunggal, dan aku penonton yang majemuk.

Tuesday, August 3, 2010